(bagian
2)
Ketiga
alasan yang disampaikannya padaku, sungguh membuatku makin bimbang.
Kekhawatiran dan ketakutan di dalam hatiku semakin besar. Berbagai pertanyaan
makin banyak muncul tak beraturan. Jangankan untuk menjawabnya, bahkan untuk
menghentikannya pun aku tidak mampu.
Bagaimana
seorang manusia dikatakan baik atau pun jahat? Apakah manusia yang baik adalah
manusia yang mentaati hukum, menghormati orang tua, berperilaku sopan dan
lembut, berkata-kata hal yang membahagiakan orang lain, tidak membunuh, tidak
berzinah, tidak mencuri, tidak mengingkari janjinya, tekun belajar, berpakaian
sopan, dan tekun beribadah? Itukah manusia yang baik?
Lalu
bagaimana dengan manusia yang jahat? Apakah manusia yang jahat itu manusia yang
melanggar hukum, merendahkan orang tua, menyepelekan orang lain, berperilaku
biadab dan kasar, berkata-kata hal-hal yang menyusahkan orang lain, membunuh,
berzinah, mencuri, mengingkari janjinya, malas belajar, berpakaian tidak sopan,
dan tidak beribadah padahal beragama atau bahkan manusia yang tidak beragama?
Itukah manusia yang jahat?
Kemudian, dari mana asal “baik” dan “jahat”?
Mengapa ada “baik” dan “jahat”? Apakah asal hal-hal baik itu dari Tuhan? Jika
Tuhan hanya menguasai hal-hal baik, maka ada penguasa lain yang menguasai
hal-hal jahat. Itu berarti Tuhan bukan sosok Yang Maha Kuasa. Tuhan menjadi
Yang Maha Kuasa bila Tuhan menguasai hal-hal baik dan hal-hal jahat. Bila Tuhan
menguasai baik dan jahat, mengapa ada kata “benar” dan “salah”? Mengapa jahat
dikatakan salah? Bukankah asal jahat juga dari Sang Penguasa yang juga
merupakan asal baik?
Untuk
apa aku memperjuangkan hal-hal yang tidak aku pahami? Sejak dahulu para ilmuwan
berjuang untuk hal-hal yang mereka imani. Thomas Alva Edison mengatakan,” I have
not failed. But I've just found 10,000 ways that won’t work.” Thomas mampu mengimani
karena dia mengetahui dan dia memahami apa yang dia lakukan. Sedangkan aku, aku
tidak paham ucapan Perubahan, kawan baruku.
Aku
harus menemuinya lagi. Aku harus memaksanya untuk menjelaskan kepadaku apa yang
dikatakannya. Sekarang, hati dan pikiranku benar-benar hancur. Aku tidak mampu
mengenalinya lagi. Aku tidak mampu mengikutinya. Aku tidak mampu
mendengarkannya lagi. Mungkin, hanya satu jalan penyelesaiannya, yaitu dengan
BERUBAH walaupun aku tidak mengerti mengapa aku perlu PERUBAHAN.
-sejenak
berpijak-
Tuhan, seringkali aku tidak
tahu apa arti hidupku ini dan apa yang harus aku perbuat. Di jalanMu, Tuhan,
kuingin kedamaian.thinksmartfeelgoodlivewell.blogspot.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar