craigdesmarais.com |
Saya dan Perubahan
(bagian 1)
Saya
bertemu kawan baru. Ya baru-baru ini saja. Perkenalkan, nama kawan baru saya
adalah Perubahan. Kawan baru saya ini sungguh berbeda dengan saya, mulai dari
cara berpikir, cara bertindak, dan cara berkata-kata. Seringkali, kawan saya
ini berlawanan dengan saya. Ketika saya berinteraksi dengan dia, selalu saja
dia menyatakan hal-hal baru yang bertentangan dengan yang saya lakukan selama
ini. Ya mungkin sesuai dengan namanya, Perubahan. Dia selalu menawarkan dan
mengharuskan saya melakukan perubahan.
Mengapa
dia selalu menawarkan dan mengharuskan saya untuk melakukan perubahan? Nah
inilah jawabannya. Pertama, dia mengatakan saya adalah manusia. Manusia yang
baik adalah manusia yang dinamis. Dinamis dalam hal cara berpikir, cara
berperilaku, dan cara berkomunikasi. Maksudnya adalah saya dianjurkan untuk
selalu berefleksi. Saya diharuskan untuk merefleksikan tiap perilaku saya,
termasuk cara berkomunikasi dengan sesama manusia, dan cara menilai sesama
manusia. Jika saya bersikap monoton, saya dikatakan manusia yang statis. Lalu
kemudian saya disebut sebagai manusia yang tidak baik. Kata lain dari tidak
baik adalah jahat. Berarti, saya jahat kalau monoton dan saya baik kalau
dinamis. Begitu kata kawan baru saya.
Kedua,
Perubahan melihat saya sebagai seorang manusia yang beruntung karena saya
berkesempatan mengenyam pendidikan, bahkan hingga saat ini saya adalah
mahasiswa. Perubahan melihat predikat saya sebagai mahasiswa sebagai alasan
kuat saya harus menjadi manusia yang dinamis. Mengapa? Mahasiswa idealnya mampu
untuk membaca dan menulis. Mahasiswa idealnya mampu untuk bergaul dan
berinteraksi dengan banyak manusia. Mahasiswa tentunya mampu menentukan sikap.
Mahasiswa tentunya mampu dan menguasai kegiatan belajar. Mahasiswa seharusnya
mempunyai prinsip dasar yang kuat tentang apa itu hal berguna dan tidak
berguna. Mahasiswa sudah sewajarnya mampu berpikir dan bersikap dewasa. Dari
semua kemampuan yang dikuasai mahasiswa tersebut, tentunya tidak sulit bagi
mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan. Berarti, tidak ada alasan untuk saya
tidak melakukan perubahan.
Mendengarkan
alasan pertama saja saya sudah bingung, apalagi mendengarkan alasan keduanya.
Ampun.. ampun… Saya merasa tertekan dengan kedua alasannya. Ketakutan seketika
muncul di dalam diri saya. Ketakutan menguasai saya. Kekhawatiran pun
menyelimuti hati saya. Begitu banyak pula pertanyaan-pertanyaan muncul di dalam
otak saya. Apa itu jahat menurutnya? Apa itu baik? Bagaimana manusia yang baik itu? Mengapa
statis itu jahat? Mengapa dinamis itu baik? Mengapa ada jahat? Mengapa ada
baik? Dari mana asal jahat dan baik?
Perubahan
terlihat seolah dia mengerti kekhawatiran dan ketakutan saya serta berbagai
pertanyaan yang muncul dari otak saya
yang belum saya ungkapkan. Bukannya berusaha untuk menjelaskan kedua alasan
yang dia sampaikan, justru dia menyampaikan alasan ketiganya. Perubahan
berkata,” Kamu orang beragama kan? Jika ya, berarti kamu percaya Tuhan itu ada.
Entah kamu mengimani Tuhan atau tidak. Tentunya pengetahuanmu sebagai seorang
berpendidikan dan beragama cukup bisa menjelaskan segala kekhawatiran,
ketakutan, dan berbagai pergulatan di dalam hati dan otakmu.” Tak cukup berkata
demikian, dia menambahkan lagi. “Jika pengetahuanmu sebagai orang berpendidikan
dan beragama tidak mampu membuatmu untuk melakukan perubahan, itu berarti kamu
perlu merefleksikan kembali hidupmu. Hentikan sejenak perilaku hidupmu saat
ini. Belajarlah lebih tekun. Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam.
Berubahlah.”
-sejenak
berpijak-
Benarlah
perkataan ini:
“Jika
kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita
pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan
menyangkal kita;
jika
kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.”
2 Tim 2:11-13
mobavatar.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar