Desember 18, 2013

Maunya Manusia


source: http://notpc.hubpages.com/hub/Ethical-Egoism-How-do-you-make-decisions

Manusia bukan satu-satunya penghuni jagad raya ini. Betulkan pernyataanku ini? Coba perhatikan dengan seksama lingkungan sekitar manusia hidup. Ada semut, ulat, batu, kerikil, debu, nyamuk, larva, pohon pepaya, sungai, gunung, tebing, dan masih banyak makhluk lain. Itu yang terlihat secara fisik, belum lagi roh-roh penghuni batu, pohon, gunung, dan roh-roh penunggu hutan. Masih mengira manusia hidup sendiri? Seringkali manusia sendiri tidak menghiraukan manusia yang lain, tidak juga menghiraukan kerikil dan debu, larva, apalagi roh-roh tanpa bentuk penghuni jagad raya.

Ada juga yang berpendapat jagad raya ini ada karena ada manusia yang melihatnya dan lalu memberinya nama. Sehebat itu kapasitas manusia? Apakah bila jagad raya ini tanpa manusia berarti jagad raya ini tidak ada? Apakah kalau tidak ada manusia yang melihat segala sesuatu di dalam jagad raya ini dan memberinya nama, berarti jagad raya ini tidak ada? Barangkali benar karena jagad raya ini adalah berasal dari pemberian nama manusia terhadap apa yang dilihatnya. Barangkali awal mula "ini" (manusia menyebutnya jagad raya) tidak bernama. Adakah "ini" membutuhkan nama? Dari manusia pula? Apakah keberadaan "ini" ditentukan oleh manusia?

Pernah orang tuaku berkata kepadaku, kita manusia diciptakan untuk hidup harmonis bersama jagad raya. Kita harus menaklukannya, merawatnya, dan menghormatinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Akan tetapi, apa fakta dari sikap-sikap manusia terhadap jagad raya? Menaklukan tidak sama dengan merusak. Merawat tidak sama dengan menjaga. Menghormati tidak sama dengan menakuti. Apakah manusia terlalu kuat untuk hidup berdampingan dengan jagad raya? Atau manusia terlalu bodoh, dungu, dan jumawa terhadap jagad raya? Apakah manusia berpikir bangsanya manusia adalah makhluk berderajat paling tinggi di seluruh jagad raya? Manusia mampu beralasan, perbuatan-perbuatannya dilakukan untuk kemakmuran, untuk kemajuan ilmu pengetahuan, untuk kesejahteraan, untuk aktualisasi diri, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Benarkah itu semua? Tuluskah? Aku rasa manusia sulit untuk tulus dan lebih sulit lagi untuk bersyukur. Selalu tidak cukup.

Manusia itu butuh diperhatikan oleh makhluk lain, sebangsanya maupun dari bangsa lain (bangsa pepohonan, bangsa binatang, bahkan bangsa roh tanpa bentuk). Manusia itu butuh pengakuan atas keberadaannya. Manusia itu ingin memperoleh peringkat tertinggi di dalam jagad raya. Manusia ingin dilayani dengan sebaik-baiknya. Manusia ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari jagad raya. Manusia ingin memegahkan dirinya. Mengerikan ya? Ya itulah manusia. Aku pun manusia. Ironis. Haruskah aku berkata "Sialnya aku manusia" atau "Untungnya aku manusia"?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar