Desember 03, 2016

Profil Alumni

Nama panggilan saya di SMA Kolese Johanes de Britto adalah Lambé yang berarti mulut. Mungkin karena saya banyak cakap sewaktu saya belajar di de Britto, kemudian rekan-rekan saya memanggil saya Lambé. Saya menempuh dan menyelesaikan pendidikan formal di de Britto selama 3 tahun. Hal ini merupakan indikasi bahwa saya bukan veteran (tidak ada yang salah dengan veteran, hanya saja saya bukan veteran). Saya mulai pendidikan di de Britto pada tahun 2003 dan menyelesaikannya pada tahun 2006.

Pada tahun pertama di de Britto, saya siswa kelas 1-3 dan wali kelas saya waktu itu adalah bapak Kingkin Tedja Angkasa (maaf pak kalau penulisan nama bapak salah. Saya tahu bapak sudah tidak mengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan lagi di de Britto saat ini). Kemudian pada tahun kedua saya menjadi siswa kelas 2-5 yang diampu oleh ibu Endah (guru Fisika waktu itu). Pada tahun ketiga, saya lolos menjadi siswa IPA-4 dengan wali kelasnya adalah ibu Suci (guru Kimia).

Setelah lulus dari de Britto, saya melanjutkan pendidikan di Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI Surakarta). Saya menekuni program studi TMI (Teknik Mesin Industri). Pada waktu itu, ATMI menyelenggarakan 3 program studi, yaitu Teknik Mesin Industri (TMI), Teknik Mekatronika (TMK), dan Teknik Perancangan Mesin (TPM). Puji Tuhan, saya dapat menyelesaikan pendidikan di ATMI Surakarta tepat waktu, yaitu 3 tahun. Karena memang tidak ada pilihan untuk menyelesaikan pendidikan di akademi lebih dari 3 tahun. Jika ingin mengalami pendidikan kurang dari 3 tahun di akademi mungkin terjadi, namun itu berarti mahasiswa tersebut drop out.

Hal yang menarik dari ATMI adalah institusi pendidikan ini juga dikelola oleh Serikat Jesus atau pastor-pastor Jesuit. Aspek itu juga yang mempengaruhi saya untuk memilih studi lanjut di ATMI Surakarta. Saya bangga dapat kesempatan untuk belajar di Kolese de Britto, begitu pula saya pun bangga dapat menyelesaikan studi di ATMI Surakarta. Saya bangga dididik oleh para guru di de Britto dan para dosen serta instruktur di ATMI. Saya dapat bangga karena saya melihat hidup saya secara berbeda semenjak saya memulai pendidikan di de Britto.

Saya selalu ingat dengan semboyan 3C. Competence, Conscience, and Compassion. Tiga nilai ini yang terus selalu saya letakkan di dalam hati dan pikiran saya. Mengapa saya meletakkan ketiga nilai
tersebut di dalam diri saya? Karena saya ingin menghayatinya dalam kehidupan saya sehari-hari. Saya menyadari bahwa saya masih mencari makna dari ketiga nilai kompetensi, hati nurani, dan kepedulian. Saya meyakini bahwa dengan menghayatinya dan merealisasikannya dalam sikap hidup saya sehari-hari, maka saya pasti akan dapat memahami maknanya. Hanya dengan cara itu saya dapat mengerti arti dari kompetensi, hati nurani, dan kepedulian. Tidak berhenti di situ, para pendidik pun mengajak saya mencari tahu untuk apa saya menghayati 3C dan merealisasikannya di dalam keseharian saya. Petunjuknya adalah demi Kemuliaan Allah Yang Lebih Besar (Ad Maiorem Dei Gloriam), atau Amrih Mulya Dalem Gusti. Bukan demi keuntungan saya pribadi, namun demi kemuliaan Tuhan. Bukan melulu memperhatikan diri saya sendiri, namun juga memperhatikan Tuhan di dalam diri setiap manusia dan makhluk ciptaan Tuhan yang saya jumpai dalam kehidupan saya sehari-hari.

Dari ATMI Surakarta, saya beranjak ke kota Kudus, provinsi Jawa Tengah. Saya mulai bekerja di kota Kudus pada bulan November tahun 2009, sebulan setelah saya wisuda. Saya bekerja di perusahaan paper and packaging sebagai seorang teknisi mesin printing dan ponz (hingga saat ini pun saya tidak tahu asal muasal dari kata ini). Setahu saya bidang pekerjaan yang dilakukan di seksi ponz adalah sheeting, slitting, cutting, creasing, dan embossing. Pernah saya bertanya kepada salah seorang staff keuangan (dahulu dia seorang engineer di tempat kerja saya dan dia yang meminjamkan kepada saya sebuah buku mengenai teknik Rotogravure), bapak itu menjawab “Saya pun tidak tahu asal kata ponz.”. Geli juga awalnya saya rasakan, tetapi hal itu bukan masalah besar. Masalah besar ketika saya tidak tahu dan tidak menyadari apa yang saya kerjakan di sana. Hahaha…

Tentu nilai 3C ini senantiasa mengiringi langkah hidup saya sewaktu saya bekerja di perusahaan tersebut. Kerendahan hati saya diuji begitu pula dengan ketahanan saya bekerja sama dengan banyak orang dengan beragam latar belakang pendidikan dan sosial budaya. Saya ditantang bagaimana mengaktualisasikan nilai-nilai yang saya yakini dalam keseharian bekerja dan interaksi bersama dengan rekan-rekan kerja maupun kawan-kawan di rumah kos atau pun juga di gereja. Bagaimana saya harus memperjuangkan nilai-nilai yang saya yakini tanpa menutup pada nilai-nilai baru yang dapat menumbuh kembangkan hati dan pikiran saya. Bagaimana saya harus memenangkan kebenaran tanpa memusuhi kesalahan. Kuncinya adalah apa yang saya lakukan bukan untuk diri saya saja, namun untuk sesama, demi kemuliaan Tuhan Yang Lebih Besar.

Banyak hal menarik datang ke dalam kehidupan saya saat saya bersedia membuka diri saya terhadap nilai-nilai lain. Banyak hal positif mengisi kehidupan saya saat saya bersedia dengan rendah hati menyadari dan melihatnya. Awalnya, saya begitu fanatik de Britto. Apapun yang bertuliskan de Britto, membuat saya bangga tanpa alasan jelas dan seolah harga diri saya ditentukan oleh tulisan-tulisan “de Britto” atau slogan-slogan yang sering saya lihat seperti “AMDG”, “man for and with others”, “Duc in Altum”, “kebebasan”, dan sebagainya. Ketika saya bersedia membuka diri, saya menyadari bahwa saya justru menjauh dari nilai-nilai yang ingin disampaikan melalui pendidikan di de Britto. Saya hidup karena kemurahan hati Tuhan. Saya hidup karena campur tangan orang tua dan keluarga. Saya hidup, bertumbuh, dan berkembang karena keterlibatan diri saya dengan mahluk ciptaan Tuhan, bukan hanya berasal dari diri saya sendiri. Kerendahan hati, keterlibatan dalam komunikasi dengan sesama manusia (tanpa memilah-milah kemanusiaan berdasarkan suku, ras, agama, bahasa, paham politik, pendidikan, atau kekayaan), dan kesadaran bahwa kita semua diciptakan untuk saling melengkapi itulah yang membuat saya berkembang.

Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris yang melengkapi nilai-nilai yang saya yakini. “Do not climb the mountains so that people can see you. Climb the mountains so that you can see the world.” Saya menangkapnya sebagai sebuah pesan untuk senantiasa rendah hati dan bersyukur dengan segala pencapaian yang boleh kita miliki saat ini. Boleh kita membanggakan karunia yang kita miliki saat ini (segala usaha, pekerjaan, pendidikan, dsb), namun perlu kita sadari bahwa dengan bersyukur kita juga berusaha agar pikiran jahat, rencana palsu, dan nafsu jahat dalam diri kita tidak boleh mencemari karunia-karunia yang telah kita terima.

Salam,
Lambé
Alumni SMA Kolese Johanes de Britto, angkatan 2006

April 19, 2014

Piwulang Misa Kemis Putih



Gula Jawa rasane legi
Kripik mlinjo dipangan asu
Arep mulya kudu marsudi
Buta ijo aja digugu

#
Tul jaenak jae jatul jaeji
Kuntul jare banyak ndoke bajul gari siji

Abang-abang gendera landa
Ngetan sithik kuburan mayit
Klambi abang nggo tanda mata
Wedhak pupur nggo golek duit

#
Tul jaenak jae jatul jaeji
Kuntul jare banyak ndoke bajul gari siji

- Kemis Putih ing wengi iki
Padhang lampu bungahing atiku
Nadyan perih ndherek Yesus Gusti
Setya tuhu tekaning patiku -

(lirik lagu asli: Koes Plus; modifikasi: Petrus Tri Margana, Pr.)

Homili pada misa Kamis Putih diambil dari lirik lagu ini. Rama mengajak umat untuk merenungkan inti ajaran yang akan disampaikan melalui media lirik lagu "Tul Jaenak". Pada bait pertama baris ketiga dan keempat adalah renungan yang pertama. Apabila kita manusia ingin hidup mulya atau sejahtera, hendaknya kita perlu marsudi berusaha dengan jujur dan sungguh-sungguh. Jangan pernah kita mengandalkan buta ijo atau dapat diartikan sebagai kekuatan-kekuatan selain kekuatan yang berasal dari Tuhan Allah. Bila kita manusia masih menghidupi kekuatan-kekuatan gaib atau menghidupi hal-hal klenik, itu berarti bahwa kita hanya ngaku-ngaku sebagai orang Katolik, padahal sesungguhnya kita BELUM MENGANDALKAN Sang Sumber Kekuatan Sejati yaitu Yesus Kristus. Dialah Sang Sumber Cinta Kasih. Dialah Sang Guru Sejati. Dialah Sang Penebus Dosa Manusia. Cintanya tidak berkesudahan untuk kita manusia. Oleh karena itu, jika kita sungguh mencintai Kristus, sudah sewajarnya kita mengaktualisasikannya dengan hidup mengandalkan Yesus Kristus.

Renungan kedua diambil dari bait kedua baris keempat. Pada jaman dahulu, masih bisa ditemukan para seniman jalanan yang mengenakan wedhak pupur atau make up (cara landane, hehehe...) untuk ngamen atau bernyanyi dari rumah ke rumah. Mereka terdiri dari 4 hingga 5 orang yang sebagian memainkan alat musik dan satu orang yang mengenakan wedhak pupur itu bernyanyi dan berjoget. Wedha pupur digunakan sebagai sarana untuk mencari duit. Wedhak pupur dikenakan pada wajah hingga tebal hingga wajah sang penyanyi pun terlihat samar, tak tampak lagi aslinya.

Renungan kedua ingin menyampaikan bahwa orang berusaha untuk menutupi ketidaksempurnaannya dengan olesan-olesan wedhak pupur atau mengenakan topeng. Tujuannya ya supaya bopeng-bopeng pada wajahnya tidak tampak dan dengan percaya diri dapat menyajikan yang terbaik bagi orang lain, dapat menghibur orang lain.

Renungan ketiga dan yang terakhir adalah dari bait ketiga yang merupakan bait tambahan guna kepentingan homili. Mengikuti Kristus memang berat. Toh, jalan yang dipilih Kristus sendiri adalah jalan yang bersahaja, sederhana. Lihat saja dari awal Dia hadir ke dunia dan ngejawantah menjadi seorang manusia, anak dari seorang tukang kayu dan lahir di kandang ternak di Betlehem sampai wafatnya di kayu salib seperti seorang pendosa berat dan sampah masyarakat, bahkan sebelum wafat juga dikhianati dan disiksa dulu. Ya wis jan persis wong dosa lan ora kajen. (tambahan penulis, red.) Oleh karena itu pun, para pengikut Kristus juga akan berjuang menghadapi segala kesulitan akibat mengikuti Dia. Kristus menawarkan jalan keselamatan, bukan berarti jalan itu mudah dan nikmat.

Maret 26, 2014

Cuap-cuap di Laboratorium

 

Suatu kali aku berpikir ada sebuah pekerjaan yang amat menyenangkan karena rekan-rekan kerja yang cooperative, gaji yang tinggi, fasilitas kerja menunjang pekerjaan, dapat menumbuhkembangkan pengetahuanku setiap hari, dan hal-hal baik lainnya. Hal itulah yang aku inginkan untuk masa depanku. Bahkan aku ingin apa yang aku pelajari saat di institusi pendidikan dapat aku terapkan di dalam pekerjaanku nanti dengan baik. Jadi, tidak ada hal-hal yang sia-sia dalam belajar maupun bekerja. Sungguh, aku ingin berada di dalam situasi kerja yang kondusif dan mendukung satu sama lain.

Namun, kemudian muncul pertanyaan yang lain. Apakah ada situasi kerja semacam itu? Apakah yang aku inginkan itu hanya keinginan imajinatif? Aku menjadi ragu dengan apa yang aku inginkan karena ada kemungkinan situasi kerja yang kondusif dan produktif itu tidak ada. Selalu dapat ditemukan ketidaksesuaian di dalam pekerjaan kita. Akan selalu ada konflik diantara sesama rekan kerja, hubungan dengan pimpinan, maupun hubungan dengan anak buah.

Seketika aku memutuskan untuk berhenti sejenak memikirkan persoalan situasi kerja yang kondusif dan produktif. Aku kembali kepada tujuanku berada di dalam laboratorium, yaitu untuk mengumpulkan data guna penulisan tugas akhirku mengenai pengaruh perbedaan refrigerant pada nilai COP freezer dan daya listrik yang dikonsumsi. Akan lebih baik jika aku fokus pada tujuan utamaku menyelesaikan studi. Oleh karena itu, aku kembali pada observasi freezer.

Pada saat melakukan observasi, muncul suatu persoalan berkaitan dengan nilai temperatur air yang selalu berubah-ubah secara tidak konsisten. Awalnya aku ingin mengatakan bahwa nilai temperatur air di dalam evaporator adalah transient. Akan tetapi, temperatur air pada suatu saat berubah tidak konsisten sehingga kondisi steady state tidak dapat tercapai dalam waktu 8 jam. Apakah ada persoalan dengan alat ukur (thermometer dan thermostat) yang diterapkan pada air? Ataukah kondisi steady state tidak akan pernah tercapai? Kemudian pada akhirnya, rekanku dalam penelitian dan aku sendiri memutuskan untuk tetap melanjutkan pengambilan data dan setelah itu akan menemui dosen pembimbing penelitian untuk mendiskusikan persoalan tersebut.

Persoalan temperatur air yang berubah secara tidak konsisten itu membawa pikiranku kembali kepada persoalan situasi kerja yang kondusif dan produktif. Benarkah kondisi kondusif dan produktif di dalam lingkungan pekerjaan adalah kondisi ideal yang selalu menjadi tujuan dan tidak pernah ada dalam kehidupan nyata yang aktual? Toh, pada penelitian kami pun ada persoalan temperatur air yang berubah secara serampangan dan melanggar logika kami. Ataukah logika kami yang salah? Karena berdasarkan logika kami, air yang didinginkan pada temperatur di bawah 0 derajat Celcius akan berubah fase menjadi es. Apabila terus menerus didinginkan, maka temperatur es pun mengikuti penurunan suhu pada evaporator dan temperatur menjadi semakin rendah. Akan tetapi, fakta dalam penelitian kami menunjukan hasil yang berbeda. Setelah es mencapai suhu -6 derajat Celcius dan evaporator mencapai suhu -9 derajat Celcius, temperatur es perlahan meningkat! Padahal temperatur evaporator tercatat pada thermometer terus menurun. Posisi es berada di dalam evaporator yang direndam dengan cairan anti beku (brine) yaitu ethylene glycol. Temperatur ethylene glycol semakin menurun mengikuti temperatur evaporator. Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi?

Kami belum menemukan jawaban untuk persoalan ini, bahkan hingga hari ini setelah kami berdiskusi dengan dosen pembimbing penelitian kami. Kami tetap mengikuti pedoman penelitian dan mencatat semua hasil yang muncul pada pengamatan kami. Kami belum dapat menyimpulkan penyebab ketidak-konsisten-an (inconsistency) temperatur air di dalam evaporator.

Hanya saja, aku terus berpikir bahwa kesempurnaan semata-mata hal yang ideal dan menjadi tolok ukur atau tujuan. Apabila kesempurnaan itu ada dan dapat terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin memerlukan waktu yang panjang untuk mencapainya, tentu tidak cukup hanya 8 jam. Tentunya juga jalan menuju kesempurnaan itu penuh dengan hambatan-hambatan karena tanpa hambatan kesempurnaan tidak pernah ada dan tidak perlu dipikirkan serta diusahakan.

Februari 21, 2014

Your Song by Elton John

   D                  Gmaj7           A           F#m 
 It's a little bit funny, this feeling inside
   Bm               Bm/A              Bm/Ab        G 
 I'm not one of those who can easily hide
   D             A            F#         Bm 
 I don't much money, but, boy if I did
   D              Em7            G              A 
 I'd buy a big house where we both could live

 
   D           Gmaj7             A        F#m 
 If I was a sculptor, but then again no
   Bm             Bm/A                   Bm/Ab          G 
 Or a man who makes potions in a travelling show
   D                A                  F#           Bm 
 I know it's not much but it's the best I can do
   D              Em7          G             D 
 My gift is my song, and this one for you

   A                 Bm          Em7             G 
 And you can tell everybody this is your song
   A          Bm             Em                  G 
 It may be quite simple but now that it's done
  Bm                       Bm/A 
 I hope you don't mind, I hope you don't mind
   Bm/Ab                  G 
 That I put down in words,
    D          Em              G              A 
 How wonderful life is while you're in the world

   D             Gmaj7         A               F#m 
 I sat on the roof and kicked off the moss
   Bm                  Bm/A       Bm/Ab                    G 
 Well a few of the verses they've got me quite crossed
   D                         A              F#           Bm 
 But the sun's been quite king, while I wrote this song
   D                     Em7              G            A 
 It's for people like you that they keep turned on

 
   D                 Gmaj7          A         F#m 
 So excuse me and forget but these I do
   Bm                Bm/A                  Bm/Ab                G 
 You see I've forgotten if they're green or they're blue
   D            A          F#               Bm 
 Anyway, the thing is, what I reallly mean
   D              Em7              G          D 
 Yours are the sweetest eyes I've ever seen

   A                 Bm          Em7             G 
 And you can tell everybody this is your song
   A          Bm             Em                  G 
 It may be quite simple but now that it's done
  Bm                       Bm/A 
 I hope you don't mind, I hope you don't mind
   Bm/Ab                  G 
 That I put down in words,
    D          Em              G       A       D 
 How wonderful life is while you're in the world

In Christ Alone


Newsboys - In Christ Alone
Intro: G – C – Em – D
by Maasbach Jonatan

           G                 D
In Christ alone my hope is found
          C           D          G
He is my light, my strength, my song
                               D
This Cornerstone, this solid ground
                  C         D         G
Firm through the fiercest drought and storm
                 C                     D
What heights of love, what depths of peace
                  C                      D
When fears are stilled, when strivings cease
         G             D
My Comforter, my All in All
             C        D          G
Here in the love of Christ I stand

In Christ alone, who took on flesh
Fullness of God in helpless babe
This gift of love and righteousness
Scorned by the ones He came to save
‘Til on that cross as Jesus died
The wrath of God was satisfied
For every sin on Him was laid
Here in the death of Christ I live

Solo:
D – Am – C – G

There in the ground His body lay
Light of the world by darkness slain
Then bursting forth in glorious Day
Up from the grave He rose again
And as He stands in victory
Sin’s curse has lost its grip on me
For I am His and He is mine
Bought with the precious blood of Christ

              A               E
No guilt in life, no fear in death
             D        E         A
This is the power of Christ in me
                                E
From life’s first cry to final breath
         D        E    A
Jesus commands my destiny
               D                 E
No power of hell, no scheme of man
           D                 E
Can ever pluck me from His hand
          A                 E
‘til He returns or calls me home
             D         E           A
Here in the power of Christ I’ll stand